Cincau hitam di buat berbahan
baku daun janggelan. Daun janggelan sendiri umum dijual di pasar-pasar dalam
bentuk telah jadi. Tanaman janggelan barangkali masih asing di telinga
orang-orang. Tetapi, bila menyebutkan nama cincau hitam, barangkali nyaris
seluruhnya lingkungan mengetahui makanan ini. Daun janggelan adalah bahan pokok
yang dipakai untuk menghasilkan cincau hitam. Cincau hitam (Mesona palustris
BL) terhitung dalam famili Labiate. Awalannya tanaman cincau datang dari Asia
serta menebar ke India, Birma, Indocina, Philipina hingga Indonesia. Tanaman
ini bisa tumbuh dengan baik di daerah yang mempunyai ketinggian 75-2300 m
diatas permukaan laut. Ciri-cirinya, berbatang kecil serta ramping, pada ujung
batang tumbuh batang-batang kecil, ada yang tumbuh menjalar ke tanah serta ada
juga yang tegak. Mempunyai bentuk daun yang lonjong, berbuntut runcing. Bentuk
bunga serupa dengan kembang kemangi berwarna merah muda atau mungkin putih
keunguan.
Dari daun serta batang inilah
membuahkan gelatin hijau kehitaman. Oleh karenanya di kenal dengan nama cincau
hitam. Pembudidayaan tanaman ini amat gampang lantaran tak membutuhkan
pemeliharaan dengan cara spesial. Lantaran sesudah berusia tiga sampai empat
bln. tanaman dapat dikerjakan pemanenan pertama dengan jalan memotong beberapa
tanaman memakai sabit hingga sisi yang tertinggal bisa tumbuh kembali. Tanaman
Janggelan yang sudah dipanen setelah itu dikeringkan dengan jalan
menghamparkannya diatas permukaan tanah, hingga warnanya beralih dari hijau
jadi coklat tua. Tanaman cincau yang sudah kering ini adalah bahan baku utama
pembuatan cincau hitam.
Sesungguhnya, cincau tidaklah
nama tumbuh-tumbuhan, tetapi arti popular untuk menyebutkan gel sama agar-agar,
yang didapat dari hasil perendaman serta peremasan daun (atau mungkin organ
lain) tumbuhan spesifik di air. Kaum pakar pengetahuan tumbuhan menyebutkan,
gel terbentuk lantaran daun tumbuhan itu memiliki kandungan sejenis karbohidrat
yang dapat mengikat air. Kata ‘cincau’ sendiri datang dari dialek Hokkian,
sienchau, atau mungkin xiancau dalam dialek Hanzi. Arti ini umum di lafalkan di
lingkungan Tionghoa di Asia Tenggara, yang lalu diserap bhs Indonesia jadi
‘cincau’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar