Cincau hijau tumbuh tersebar dari India (Assam), Burma
(Myanmar), Indo-Cina, Thailand, P. Simalur dan pulau-pulau di Selat Sunda dan
Jawa, serta tersebar pula di beberapa daerah di Indonesia bagian Timur (hasil
survey penulis). Cincau hijau tumbuh di hutan termasuk hutan jati dan hutan
bambu, dan di padang rumput dengan vegetasi semak belukar, kadang-kadang di
daerah berbatu kapur dan tumbuh di daerah dengan ketinggian di atas 1100 m dpl.
Di Jawa khususnya di Jawa Barat dan Jawa Tengah serta sebagian Jawa Timur,
tumbuhan ini dapat dijumpai mulai dari daerah dataran rendah hingga dataran
tinggi pegunungan. Umumnya jenis tanaman merambat dengan batang berbulu halus
ini tumbuh liar dan subur disemak-semak belukar dengan Daun bulat telur, bentuk
segitiga sama sisi atau segitiga yang melebar, panjang lebih dari 17.5 cm,
berambut di bagian bawah, panjang tangkai lebih dari 6,5 cm, berambut kasar;
bunga jantan dengan kelopak berbulu halus dan daun mahkota berpautan, bunga
betina berjejalan di bongkol yang agak bulat, dengan daun buah menggimbal. Buah
berbulu halus.
Di Jawa, tumbuhan cincau hijau telah dimanfaatkan dan
sengaja di tanam di pekarangan/di halaman rumah sebagai teteduhan halaman/teras
rumah. Sedangkan di daerah Indonesia bagian timur hingga kini sumberdaya
tanaman ini belum dimanfaatkan karena sebagian besar masyarakatnya belum
mengenal tanaman ini. Oleh karenanya tanaman cincau hijau ini masih tumbuh liar
bersama semak2 belukar yang jauh dari pemukiman penduduk.
Cincau adalah nama tumbuhan yang dapat membentuk gel serupa
agar-agar yang diperoleh dari perendaman daun (atau organ lain) tumbuhan
tertentu dalam air. Gel terbentuk karena daun tumbuhan tersebut mengandung
karbohidrat yang mampu mengikat molekul-molekul air. Kata cincau sendiri
berasal dari dialek Hokkian sienchau yang lazim dilafalkan di kalangan
Tionghoa. Cincau sendiri di bahasa asalnya sebenarnya adalah nama tumbuhan
(Mesone. spp.) yang menjadi bahan pembuatan gel ini. Cincau paling banyak
digunakan sebagai komponen utama minuman penyegar (misalnya dalam es cincau
atau es campur). Dilaporkan juga cincau memiliki efek penyejuk (Anonymous,
2011).
Rebusan akar cincau hijau di Jawa umumnya digunakan sebagai
obat untuk mengatasi demam, daunnya digunakan untuk membuat jelly yang disebut
cincau atau `cincau hijau`, yang dikonsumsi sebagai penyegar dan untuk
mengatasi panas dalam serta keluhan di daerah perut.
Pemanfaatan cincau hijau sebagai bahan produk fungsional
minuman rakyat berbentuk agar-agar (gel) umumnya disajikan dalam gelas/mangkuk
yang diberi air gula dan dapat pula ditambahkan santan kelapa (juice extract)
atau sesuai dengan selera. Umumnya agar-agar cincau hijau yang beredar di pasar
dan dipinggir-pinggir jalan terutama di JawaTimur adalah cincau hitam dengan
nama lokal Cao (daerah pantai utara Jawa Timur) dan dikenal pula dengan nama
lokal Janggèlan (daerah selatan Jawa Timur). Cincau hijau banyak beredar di
Jawa Barat dan sebagian Jawa Tengah.
Produk minuman cincau hijau disamping sebagai minuman segar
pelepas dahaga juga telah diyakini mampu mengatasi gangguan panas dalam,
pencernakan, maag, obat sariawan dan bisul serta dapat mengatasi hipertensi.
Bahkan akhir-akhir ini dipercaya dapat pula membasmi sel-sel kanker payudara.
Cincau hijau cukup banyak mengandung klorofil. Beberapa
literature mengungkapkan bahwa klorofil adalah zat warna (pigmen) hijau pada
daun. Selanjutnya dikatakan pula bahwa klorofil disamping sebagai zat warna
(hijau daun) juga merupakan senyawa antioksidan, antiperadangan dan antikanker.
Hasil penelitian Zakaria dkk. (2004) membuktikan bahwa ekstrak daun cincau
hijau cukup efektif membunuh (membasmi) sel-sel tumor (kanker) pada stadium
dini dan juga mampu menghambat pertumbuhan sel-sel tumor (kanker) yang sudah
menjalar kebagian organ lain. Disamping itu ekstrak daun cincau hijau tidak
mematikan sel-sel normal yang lain. Selanjutnya beberapa peneliti lain
mengemukakan bahwa potensi cincau juga diuji dengan empat jenis sel kanker,
yaitu sel kanker darah (leukemia), kanker mulut rahim, paru, dan payudara.
Ekstrak daun cincau ternyata mampu secara mengagumkan membunuh sel kanker darah
(leukemia) sebesar 55-90 persen. Sementara kemampuan cincau membunuh sel kanker
lain sekira 60 persen. Hal ini menunjukkan cincau hijau mengandung komponen
bioaktif pembunuh sel kanker. Selain itu, ternyata cincau hijau juga mampu
menyingkirkan senyawa-senyawa berbahaya pemicu kanker.
Klorofil adalah pigmen hijau yang terdapat dalam semua
tumbuhan, ganggang (alga), dan cyanobacteria. Klorofil sangat penting untuk
fotosintesis, yang memungkinkan tumbuhan memperoleh energi dari cahaya. Melalui
proses ini, chlorophyll mengubah energi yang didapat dari sinar matahari
menjadi berbagai fungsi penunjang hidup. Chlorophyll membuat tumbuhan dapat
memanfaatkan sinar matahari dengan mengubahnya menjadi vitamin, lemak, protein
dan karbohidrat kompleks. Klorofil juga dibutuhkan oleh tubuh manusia. Menurut
Clara (2010) daun cincau yang selama ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat
ternyata mengandung klorofil yang relatif tinggi (1709 ppm) dibandingkan jenis
daun lainya seperti murbei (844 ppm), katuk (1.509 ppm) dan pegagan (832 ppm)
klorofil alami mengandung ion Mg yang mudah bereaksi sehingga waktu simpannya
relatif terbatas, dengan mengganti ion Mg dengan mineral mikro Cu akan
diperoleh bubuk ekstrak Cu turunan klorofil yang relatif stabil, daya simpan
lebih lama dan tidak mudah rusak akibat pengaruh eksternal.
Klorofil dan turunannya memiliki manfaat bagi kesehatan
diantaranya sebagai antioksidan dan antimutagenik (Hermansyah, 2012), pewarna
makanan, penghilang bau badan, dan antikanker, diantara daun yang berkhasiat
obat, daun cincau hijau (Premna Oblongifolia Merr) memiliki kandungan klorofil
tertinggi dibandingkan dengan daun katuk (Saurpusanrogynus), daun murbei (Morus
kanva) dan daun pegagan (Centella asiatica L). Daun cincau hijau sebagai sumber
klorofil mudah diperoleh karena tanaman ini mudah tumbuh dan sudah dikonsumsi
penduduk Indonesia (Jawa) secara turun-temurun.
Karakteristik klorofil adalah tidak stabil secara kimiawi,
peka terhadap cahaya, panas, oksigen dan degradasi kimia. Oleh sebab itu untuk
memperoleh klorofil yang stabil diperlukan penanganan khusus dengan cara
membentuk kompleks turunan klorofil dengan tembaga (Cu). Penambahan Cu kedalam
turunan klorofil tidak membahayakan kesehatan karena Cu merupakan zat gizi
mikro-mineral esensial yang merupakan bagian dari enzim dalam tubuh. Bubuk
Cu-turunan klorofil daun cincau hijau mengandung lima zat fitokimia yang
dominan yaitu alkaloid, saponin, tanin, steroid danglikosida (Clara, 2010).
Zat fitokimia memiliki potensi sebagai obat alternatif untuk
meningkatkan derajat kesehatan. Alkaloid memiliki manfaat bagi tubuh untuk
menghilangkan rasa sakit (analgesik), menurunkan tekanan darah dan antimalaria.
Glikosida dapat dijadikan sebagai obat jantung, melancarkan buang air kecil,
mengencerkan dahak dan precursor hormon steroid. Manfaat saponin adalah
menstimulasi jaringan tertentu seperti epitel hidung, bronkus, dan ginjal
(Anonymous, 2011).
Selanjutnya dinyatakan pula bahwa penggunaan klorofil bagi
tubuh manusia dapat membantu dalam meningkatkan jumlah sel-sel darah, khususnya
meningkatkan produksi hemoglobin dalam darah., mengatasi anemia., membersihkan
jaringan tubuh., membersihkan hati dan membantu fungsi hati., meningkatkan daya
tahan tubuh terhadap senyawa asing (virus, bakteri, parasit)., memperkuat sel.,
dan melindungi DNA terhadap kerusakan. Klorofil membersihkan jaringan-jaringan
tubuh yang sakit dan membuang keluar dari tubuh, beserta bakteri dan parasit
yang ada dalam jaringan tubuh yang sakit tersebut. Nutrisi yang terkandung
dalam 100 gram (g) daun cincau (Anonymous, 2011) antara lain energi 122 kkal,
protein 6 g, lemak 1 g, karbohidrat 26 g, kalsium 100 mg, fosfor 100 mg, zat
besi 3.3 mg, vitamin A 10.750 SI, vitamin B1 80 mh, vitamin C 17 mg, dan serat
makanan 6.23 g.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar