Rabu, 21 Agustus 2019

CINCAU HIJAU BAHAN MINUMAN FUNGSIONAL


Cincau hijau tumbuh tersebar dari India (Assam), Burma (Myanmar), Indo-Cina, Thailand, P. Simalur dan pulau-pulau di Selat Sunda dan Jawa, serta tersebar pula di beberapa daerah di Indonesia bagian Timur (hasil survey penulis). Cincau hijau tumbuh di hutan termasuk hutan jati dan hutan bambu, dan di padang rumput dengan vegetasi semak belukar, kadang-kadang di daerah berbatu kapur dan tumbuh di daerah dengan ketinggian di atas 1100 m dpl. Di Jawa khususnya di Jawa Barat dan Jawa Tengah serta sebagian Jawa Timur, tumbuhan ini dapat dijumpai mulai dari daerah dataran rendah hingga dataran tinggi pegunungan. Umumnya jenis tanaman merambat dengan batang berbulu halus ini tumbuh liar dan subur disemak-semak belukar dengan Daun bulat telur, bentuk segitiga sama sisi atau segitiga yang melebar, panjang lebih dari 17.5 cm, berambut di bagian bawah, panjang tangkai lebih dari 6,5 cm, berambut kasar; bunga jantan dengan kelopak berbulu halus dan daun mahkota berpautan, bunga betina berjejalan di bongkol yang agak bulat, dengan daun buah menggimbal. Buah berbulu halus.


Di Jawa, tumbuhan cincau hijau telah dimanfaatkan dan sengaja di tanam di pekarangan/di halaman rumah sebagai teteduhan halaman/teras rumah. Sedangkan di daerah Indonesia bagian timur hingga kini sumberdaya tanaman ini belum dimanfaatkan karena sebagian besar masyarakatnya belum mengenal tanaman ini. Oleh karenanya tanaman cincau hijau ini masih tumbuh liar bersama semak2 belukar yang jauh dari pemukiman penduduk.

Cincau adalah nama tumbuhan yang dapat membentuk gel serupa agar-agar yang diperoleh dari perendaman daun (atau organ lain) tumbuhan tertentu dalam air. Gel terbentuk karena daun tumbuhan tersebut mengandung karbohidrat yang mampu mengikat molekul-molekul air. Kata cincau sendiri berasal dari dialek Hokkian sienchau yang lazim dilafalkan di kalangan Tionghoa. Cincau sendiri di bahasa asalnya sebenarnya adalah nama tumbuhan (Mesone. spp.) yang menjadi bahan pembuatan gel ini. Cincau paling banyak digunakan sebagai komponen utama minuman penyegar (misalnya dalam es cincau atau es campur). Dilaporkan juga cincau memiliki efek penyejuk (Anonymous, 2011).

Rebusan akar cincau hijau di Jawa umumnya digunakan sebagai obat untuk mengatasi demam, daunnya digunakan untuk membuat jelly yang disebut cincau atau `cincau hijau`, yang dikonsumsi sebagai penyegar dan untuk mengatasi panas dalam serta keluhan di daerah perut.


Pemanfaatan cincau hijau sebagai bahan produk fungsional minuman rakyat berbentuk agar-agar (gel) umumnya disajikan dalam gelas/mangkuk yang diberi air gula dan dapat pula ditambahkan santan kelapa (juice extract) atau sesuai dengan selera. Umumnya agar-agar cincau hijau yang beredar di pasar dan dipinggir-pinggir jalan terutama di JawaTimur adalah cincau hitam dengan nama lokal Cao (daerah pantai utara Jawa Timur) dan dikenal pula dengan nama lokal Janggèlan (daerah selatan Jawa Timur). Cincau hijau banyak beredar di Jawa Barat dan sebagian Jawa Tengah.

Produk minuman cincau hijau disamping sebagai minuman segar pelepas dahaga juga telah diyakini mampu mengatasi gangguan panas dalam, pencernakan, maag, obat sariawan dan bisul serta dapat mengatasi hipertensi. Bahkan akhir-akhir ini dipercaya dapat pula membasmi sel-sel kanker payudara.

Cincau hijau cukup banyak mengandung klorofil. Beberapa literature mengungkapkan bahwa klorofil adalah zat warna (pigmen) hijau pada daun. Selanjutnya dikatakan pula bahwa klorofil disamping sebagai zat warna (hijau daun) juga merupakan senyawa antioksidan, antiperadangan dan antikanker. Hasil penelitian Zakaria dkk. (2004) membuktikan bahwa ekstrak daun cincau hijau cukup efektif membunuh (membasmi) sel-sel tumor (kanker) pada stadium dini dan juga mampu menghambat pertumbuhan sel-sel tumor (kanker) yang sudah menjalar kebagian organ lain. Disamping itu ekstrak daun cincau hijau tidak mematikan sel-sel normal yang lain. Selanjutnya beberapa peneliti lain mengemukakan bahwa potensi cincau juga diuji dengan empat jenis sel kanker, yaitu sel kanker darah (leukemia), kanker mulut rahim, paru, dan payudara. Ekstrak daun cincau ternyata mampu secara mengagumkan membunuh sel kanker darah (leukemia) sebesar 55-90 persen. Sementara kemampuan cincau membunuh sel kanker lain sekira 60 persen. Hal ini menunjukkan cincau hijau mengandung komponen bioaktif pembunuh sel kanker. Selain itu, ternyata cincau hijau juga mampu menyingkirkan senyawa-senyawa berbahaya pemicu kanker.

Klorofil adalah pigmen hijau yang terdapat dalam semua tumbuhan, ganggang (alga), dan cyanobacteria. Klorofil sangat penting untuk fotosintesis, yang memungkinkan tumbuhan memperoleh energi dari cahaya. Melalui proses ini, chlorophyll mengubah energi yang didapat dari sinar matahari menjadi berbagai fungsi penunjang hidup. Chlorophyll membuat tumbuhan dapat memanfaatkan sinar matahari dengan mengubahnya menjadi vitamin, lemak, protein dan karbohidrat kompleks. Klorofil juga dibutuhkan oleh tubuh manusia. Menurut Clara (2010) daun cincau yang selama ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat ternyata mengandung klorofil yang relatif tinggi (1709 ppm) dibandingkan jenis daun lainya seperti murbei (844 ppm), katuk (1.509 ppm) dan pegagan (832 ppm) klorofil alami mengandung ion Mg yang mudah bereaksi sehingga waktu simpannya relatif terbatas, dengan mengganti ion Mg dengan mineral mikro Cu akan diperoleh bubuk ekstrak Cu turunan klorofil yang relatif stabil, daya simpan lebih lama dan tidak mudah rusak akibat pengaruh eksternal.

Klorofil dan turunannya memiliki manfaat bagi kesehatan diantaranya sebagai antioksidan dan antimutagenik (Hermansyah, 2012), pewarna makanan, penghilang bau badan, dan antikanker, diantara daun yang berkhasiat obat, daun cincau hijau (Premna Oblongifolia Merr) memiliki kandungan klorofil tertinggi dibandingkan dengan daun katuk (Saurpusanrogynus), daun murbei (Morus kanva) dan daun pegagan (Centella asiatica L). Daun cincau hijau sebagai sumber klorofil mudah diperoleh karena tanaman ini mudah tumbuh dan sudah dikonsumsi penduduk Indonesia (Jawa) secara turun-temurun.

Karakteristik klorofil adalah tidak stabil secara kimiawi, peka terhadap cahaya, panas, oksigen dan degradasi kimia. Oleh sebab itu untuk memperoleh klorofil yang stabil diperlukan penanganan khusus dengan cara membentuk kompleks turunan klorofil dengan tembaga (Cu). Penambahan Cu kedalam turunan klorofil tidak membahayakan kesehatan karena Cu merupakan zat gizi mikro-mineral esensial yang merupakan bagian dari enzim dalam tubuh. Bubuk Cu-turunan klorofil daun cincau hijau mengandung lima zat fitokimia yang dominan yaitu alkaloid, saponin, tanin, steroid danglikosida (Clara, 2010).

Zat fitokimia memiliki potensi sebagai obat alternatif untuk meningkatkan derajat kesehatan. Alkaloid memiliki manfaat bagi tubuh untuk menghilangkan rasa sakit (analgesik), menurunkan tekanan darah dan antimalaria. Glikosida dapat dijadikan sebagai obat jantung, melancarkan buang air kecil, mengencerkan dahak dan precursor hormon steroid. Manfaat saponin adalah menstimulasi jaringan tertentu seperti epitel hidung, bronkus, dan ginjal (Anonymous, 2011).

Selanjutnya dinyatakan pula bahwa penggunaan klorofil bagi tubuh manusia dapat membantu dalam meningkatkan jumlah sel-sel darah, khususnya meningkatkan produksi hemoglobin dalam darah., mengatasi anemia., membersihkan jaringan tubuh., membersihkan hati dan membantu fungsi hati., meningkatkan daya tahan tubuh terhadap senyawa asing (virus, bakteri, parasit)., memperkuat sel., dan melindungi DNA terhadap kerusakan. Klorofil membersihkan jaringan-jaringan tubuh yang sakit dan membuang keluar dari tubuh, beserta bakteri dan parasit yang ada dalam jaringan tubuh yang sakit tersebut. Nutrisi yang terkandung dalam 100 gram (g) daun cincau (Anonymous, 2011) antara lain energi 122 kkal, protein 6 g, lemak 1 g, karbohidrat 26 g, kalsium 100 mg, fosfor 100 mg, zat besi 3.3 mg, vitamin A 10.750 SI, vitamin B1 80 mh, vitamin C 17 mg, dan serat makanan 6.23 g.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar